BONDOWOSO – Sejumlah guru honorer non kategori menyampaikan aspirasi ke DPRD Bondowoso, terkait optimalisasi honor GTT/PTT sesuai Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021, tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler. Para honorer yang tergabung dalam Forum Honorer Non Kategori (FHNK) itu, ditemui langsung oleh Ketua Komisi IV, Ady Kriesna, SH beserta anggota, di ruang rapat komisi, Senin (21/6/2021) pagi.
Ketua FHNK, Syaifullah mengatakan, sekitar 1.474 guru honorer non kategori di Kabupaten Bondowoso.
Dari jumlah tersebut ada sekitar 800 yang punya Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Sementara sisanya belum memiliki NUPTK.
“Kedatangan kami untuk menyampaikan aspirasi terkait dua poin. Selain kemudahan bagi FHNK untuk mendapatkan NUPTK, juga pengoptimalan insentif guru honorer,” katanya. Pihaknya meminta agar pengoptimalan BOS untuk guru honorer betul-betul dilaksanakan.
“Banyak kurang sinkron dengan juknisnya. Kadang-kadang di juknisnya sekian, tetapi diterimanya tidak sama,” jelasnya. Sementara berdasarkan Permendikbud nomor 6 Tahun 2021, penganggaran dana BOS untuk pembayaran guru honorer maksimal 50 persen. Namun di lapangan, dana BOS untuk honorer jauh di bawah 50 persen.
“Kita inginnya seperti itu (50 persen), karena selama ini yang kami terima jauh dari layak, yakni sekitar Rp 0 s/d Rp 300.000,-, ini jauh dari layak untuk memenuhi kebutuhan hidup kami dan jauh di bawah 50% dari dana BOS. Setidaknya, 50 persen itu untuk honorer yang memiliki NUPTK. Kalau yang non-NUPTK ada kebijakan lain. Apa yang dapat nanti dibagi, kebijakan per lembaga kalau itu,” paparnya.
Beliau menyampaikan salah satu solusi yg bisa ditempuh diantaranya dengan adanya semacam regulasi misalnya surat edaran dari Bupati atau minimal Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso, yang isinya menghimbau kepala sekolah mengambil opsi maksimal dana BOS untuk pembayaran guru honorer.
Lima orang perwakilan dari FHNK tersebut juga menyampaikan harapan untuk peningkatan kesejahteraan melalui sumber insentif daerah “Apabila dana BOS tidak memungkinkan, barangkali bisa diusulkan dari insentif daerah,” ungkapnya.
Sementara Ketua Komisi IV, Ady Kriesna, SH. menyampaikan akan menindaklanjuti Hearing tersebut dengan mengundang OPD terkait dalam hal ini Disdikbud agar bisa segera ada jalan keluar demi kesejahteraan guru honorer non kategori selaku salah satu ujung tombak keberhasilan pendidikan di Bondowoso. Selain itu, juga akan dilakukan kunjungan kerja ke lapangan untuk menggali data lebih dalam mengenai permasalahan tersebut. Dimungkinkan juga untuk menyampaikan permasalahan dan saran terkait hal tersebut dalam Pandangan Umum Fraksi atau bila diperlukan ada aturan sebagai payung hukum optimalisasi Dana BOS untuk pembiayaan Guru Honorer Non Kategori. Diharapkan dengan beberapa opsi yang ditempuh, akan segera dapat mewujudkan peningkatan kesejahteraan bagi Guru Honorer Non Kategori di Kabupaten Bondowoso.
Sementara anggota Komisi IV sekaligus Anggota Fraksi PPP, H. Barri Sahlawi Zain, M.Si. mengatakan, memang penggunaan dana BOS untuk guru honporer variatif, tetapi tidak sampai maksimal 50 persen.
“Dalam petunjuk teknis penggunaan dana BOS untuk guru honorer 50 persen. Tetapi minimalnya tak diatur, berarti kan tergantung sekolah masing-masing,” katanya.
Sementara kalau dinominalkan kata dia, besaran honor mereka variatif. Kalau sekolahnya banyak muridnya, maka mereka bisa menerima lebih dari Rp 300 ribu per bulan.
“Kalau muridnya sedikit bisa hanya Rp 50 ribu, Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu,”. Sebenarnya pemaksimalan penggunaan BOS untuk honorer kata dia, tergantung kepala sekolah di masing-masing satuan pendidikan. “Memang Permendikbudnya begitu, tidak salah jika 50 persen digunakan untuk honor,” imbuhnya. (rois)