PIMPINAN DPRD

Ketua DPRD : Petani Kopi Arabika Kesulitan Modal dan Pemasaran

DPRD BONDOWOSO – Ketua DPRD Bondowoso H Ahmad Dhafir menegaskan potensi kopi Arabika Ijen Raung sangat besar. Sayangnya, para petani kopi Arabika di Bondowoso, khususnya di wilayah Ijen belum optimal. Petan kopi arabika masih sering dihadapi masalah permodalan dan pemasaran. Para petani sering kali harus “takluk” oleh pemainan tengkulak atau pengijon.

Hal itu disampaikan H Ahmad Dhafir saat panen Kopi Arabika Raung Ijen di Kecamatan Sumberwringin (30/6). Panen Kopi Arabika Raung-Ijen dilakukan bersama Prof. Dr. Yuli Witono, STP, MP, Ketua  Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Jember (LP2M Unej)  dan  PT. Astra Internasional. Sejak Juli 2020 lalu, LP2M Unej dan PT. Astra Internasional menjalin kerjasama untuk mengembangkan kopi Arabika Raung Ijen.

LP2M Unej dan PT Astra Internasional bekerjasama membina petani kopi di enam desa di wilayah Kecamatan Sumber Wringin, Bondowoso. Yakni Desa Sukorejo, Sukosari Kidul, Tegal Jati, Sumber Wringin, Sumber Gading dan Rejo Agung. Kesemuanya adalah desa di daerah penyangga Kawah Ijen yang menghasilkan kopi Arabika. Kopi bermutu tinggi Raung-Ijen ini sudah terkenal memiliki cita rasa khas yang disukai penikmat kopi. Namun, sayangnya, walaupun sudah terkenal, kopi Raung-Ijen ini belum sepenuhnya berdampak nyata bagi perekonomian petani. Hasil panen petani dihargai rendah oleh tengkulak.

Ketua DPRD Bondowoso, H Ahmad Dhafir menjelaskan petani kopi Bondowoso sudah paham benar bagaimana bertanam kopi, tapi pemasaran masih menjadi ganjalan. Seringnya petani menjual hasil panennya ke tengkulak atau pengijon. “Pengijon datang saat tanaman kopi sudah berbunga, dibelinya dengan harga 4 ribu per kilogram saja, padahal empat lima bulan kemudian di saat panen kopi harganya di pasaran sudah mencapai 9 ribu rupiah. Artinya keuntungan pengijon sudah mencapai 40 persen,” katanya.

Kedua, banyak pembeli kopi Raung-Ijen hasil Bondowoso, namun mereka memilih memberi merk tertentu sehingga hilang lah nama Bondowosonya. “Saya ingin kopi dari Bondowoso membawa nama Bondowoso, agar daerah kita makin dikenal, agar wisatawan tertarik datang dan memberi dampak ekonomi berganda bagi Bondowoso. Saya minta Universitas Jember dan PT. Astra Internasional menjadi orang tua asuh yang mampu membantu mencari pembeli dan memasarkan langsung kopi Bondowoso tanpa melewati tengkulak. Membantu pendampingan bagi Bumdes yang akan mengolah kopi.  Saya juga mohon pihak perbankan dalam hal ini Bank Jatim mau memberikan kredit lunak bagi petani kopi kita,” imbau H Ahmad Dhafir.

Permintaan Ketua DPRD Bondowoso H Ahmad Dhafir diamini oleh Ketua LP2M Unej Prof. Dr Yuli Witono STP MP. Menurut Prof Yuli, sapaan karibnya, Unej akan konsisten membantu petani kopi di Bondowoso, apalagi penelitian kopi sudah masuk dalam Rencana Induk Penelitian (RIP) LP2M. “Universitas Jember tidak mau menjadi menara gading, berjarak dengan masyarakat. Pendampingan sudah berjalan bukan hanya melalui kerjasama dengan PT. Astra Internasional, namun juga melalui program KKN dan pengabdian kepada masyarakat oleh para dosen. Bentuk-bentuk pendampingan akan lebih mudah apalagi kita sudah membuka kampus di Bondowoso,” ungkapnya. 

Bagi Prof. Yuli Witono, persoalan petani kopi bukan hal yang asing baginya, pasalnya orang tuanya di Dampit, Malang adalah juga petani kopi. “Pendampingan oleh LP2M Universitas Jember selanjutnya akan fokus pada bagaimana memasarkan kopi petani Bondowoso, serta penguatan kelembagaan bagi Bumdes yang sudah didirikan. Rencananya setelah acara ini akan ada pertemuan bisnis dengan para pembeli potensial dengan difasilitasi oleh Universitas Jember, Kemendes PDTT dan PT. Astra Internasional,”.

Fokus membantu petani kopi di bidang pemasaran juga diutarakan oleh perwakilan PT. Astra Internasional, Bima Krida Arya. Menurutnya PT. Astra Internasional kini menjalankan program Desa Sejahtera Astra hingga tahun 2022 nanti. Program Desa Sejahtera Astra fokus pada empat hal, yakni penguatan kelembagaan, bantuan sarana dan prasarana, akses pemasaran dan bantuan permodalan. “Target kami akan membantu usaha kecil menengah di bidang kopi hingga mereka yang semula adalah penggerak bakal menjadi local hero di tahun 2022 nanti,” kata Bima Krida Arya.

Sementara itu Samsul Widodo, Staf ahli dari Kemendes PDTT mengajukan usul menarik, yakni pembukaan sekolah atau kursus yang mengajarkan segala hal terkait kopi. Mengapa harus sekolah kopi? Sebab anak-anak muda saat ini enggan meneruskan profesi orang tuanya sebagai petani kopi. Di sekolah kopi, anak-anak muda ini akan belajar kopi dari A hingga Z, dari menanam, merawat, memanen, pemasaran hingga jadi barista handal. “Mungkin orang tua lebih fokus pada produksi kopi, tapi pemasaran libatkan anak-anak muda yang akrab dengan teknologi informasi dan komunikasi,” katanya. Alumnus FISIP Universitas Jember ini lantas mencontohkan kisah sukses Sekolah Kopi Gemawang di Kabupaten Temanggung. “Sekolah Kopi Gemawang dirintis oleh Bu Camat Gemawang, sekolahnya gratis bagi anak-anak muda sekitar yang ingin wirausaha kopi. Dan ternyata lulusannya berhasil menggerakkan bisnis kopi di Gemawang, akhirnya regenerasi petani kopi pun sukses berjalan,” ujar Samsul Widodo yang hari itu juga mengajak perwakilan Lion Parcel yang akan memfasilitasi petani dalam mengirimkan produknya ke seluruh wilayah Indonesia.(na)